Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hujan di Mimpi

 

Sebuah cerpen yang ditulis oleh Muhammad Faisal. tentang seorang gadis yang sudah kehilangan mimpi-mimpi dalam hidup.
Foto : Made by Canva


 

             “Pernah gak sih?..”

            “Eh sebelum aku nanya, aku mau cerita sedikit deh, hehe.”

            Tau gak sih kalau duduk sendiri ketika malam hari itu bisa jadi meditasi sederhana untuk berdialog dengan diri kita. Duduknya sih terserah dimana saja. Ditaman, di teras rumah, di bangku jalan, di restoran cepat saji yang melayani 24 jam juga asik, karena kalau duduknya diatas jam 1 atau 2 malam pasti sepi dan itu waktu yang tepat agar gak terganggu dengan obrolan orang lain yang biasanya nongkrong disana.

            Balik deh ke pertanyaan awal, “kalian pernah gak sih kayak gitu?”

            Duduk sendiri dan berdialog dengan diri sendiri. Ngobrolin apa saja. Cerita tentang apa saja. Kilas balik dengan diri dibeberapa tahun sebelumnya, atau ngobrolin rencana diri dimasa yang akan datang. Beberapa tahun kedepan.

 

***

 

Sekarang aku ada di usia seperempat abad lewat setahun. Tahun ini aku akan memasuki usia ke 26, dan aku merasa aku belum jadi sesuatu yang spesial yang pernah aku bayangkan. Aku rasa aku belum jadi sesuatu yang membuat orang tuaku bangga. Ya walaupun aku yakin mereka takkan menuntut hal itu juga mereka takkan merasa bangga yang lebih besar ketikapun aku mencapai sesuatu itu.

Aku sendiri bingung dengan banyak hal yang terjadi dalam hidupku sejauh ini. Aku yang sejak kecil sudah dipaksa ataumungkin dibiarkan untuk memikul beban hidup oleh semesta. Aku tidak ingin menyalahkan siapapun, termasuk Tuhan. Tapi aku juga masih punya kesempatan untuk mengutarakan ini bukan?

Ibuku pergi ke negeri orang. Dia pergi untuk bekerja, dulu dia pernah janji untuk pulang. Sayangnya saat itu aku tak menanyakan kapan akan pulang. Yang terjadi adalah, sampai saat ini dia tak kunjung kembali ke negaranya.

Jangan tanyakan padaku tentang perasaan rinduku pada dia. Tentu sudah amat sering aku merasakan rindu yang tak bertuan. Katanya obat rindu adalah temu. Bahkan aku tak kunjung menemukan obat itu tapi rindu yang kurasa mulai pudar. Sampai saat ini aku mulai enggan terlalu hangat untuk menerima rasa rindu yang datang padaku. Rindu yang dulu hangat kurasa, begitu romantis kubayangkan, kini mulai hambar. Bukan karena aku tak sayang padanya, atau tak ingin bertemu lagi dengannya. Aku sudah belajar untuk menerima segala hal yang disiapkan semesta untuk kehidupan. Toh pada kenyataannya, hidup ini tetap berjalan tanpa kita mempersiapkan rencana-rencana yang sempurna. Hidup ini akan tetap berjalan kan? Itu karena semesta sudah punya rencana yang paling baik untukku, untuk kamu, untuk kita semua yang ada di Bumi. Dan aku, sekarang aku sudah akan menerima segala hal yang akan terjadi dalam hdipku kedepannya, perihal ibuku yang entah kapan kami akan bertemu lagi, pun kuserahkan pada semesta. Aku masih akan menunggu waktu untuk itu, tapi takkan lagi berharap lebih. Sekedar tahu kabarnya baik-baik saja di negeri orang sana aku rasa aku sudah cukup lega. Ketika tiba-tiba aku dapati panggilan video darinya pada whatsapp ku, itu juga sudah membuatku sangat senang dari sini.

Belum lagi cerita-cerita yang lain, tentang perjalanan hidupku sendiri juga belum, tentang kakak dan adikku juga belum, tentang ayahku juga belumkan?

 

***

 

26 tahun aku jalani hidup dengan sendiri. Ya, aku rasa memang sendiri. Ah, sudahlah. Aku tak bermaksud curhat disini, ya anggap saja itu hanya pengantar untuk cerita malam ini sebelum kita berpisah, hehe.

Ya setidaknya kita bertemu malam ini ada manfaatnya, gak sekedar kangen-kangenan doang. Iya kalau kangen sudah pasti dong, apalagi kita lama banget gak ketemu. Tapi saat ketemu harus ada yang dibahas dong, belajar ngobrol dengan diri sendiri. Makanya aku ajak dengan sedikit-sedikit dialog yang bisa bikin kamu ngajak ngobrol diri kamu.

Ya, maksud aku tuh begitu. Sekarang ini aku sudah bisa lebih menerima segala hal yang terjadi dalam hidupku, sudah gak banyak keinginan, sudah gak banyak hal-hal yang terlalu berlebihan untuk dicapai. Hanya sekedar ingin hidup tenang dan bahagia, itu saja sudah cukup. Menikmati yang ada saat ini, karena kadang aku berpikir terlalu banyak harapan dan keinginan pun malah yang sebenarnya membuat diri sendiri sulit dan merasa terbebani untuk menjalani hidup dengan bahagia dan tenang. Pernah gak sih ngerasa begitu?

 Sebenarnya pun aku gak tahu pasti itu baik atau tidak untuk kehidupanku kedepannya. Tapi aku ngerasa yakin kalau cara berpikirku yang sekarang membuat aku lebih tenang saat ini, aku rasa jauh lebih baik dari pada aku yang dulu. Seorang anak yang biasa saja tanpa privilege apapun menjalani hidup dengan ambisi yang besar.

Dulu aku merasa selalu yakin, aku yang dengan tanpa apa-apa bisa jadi seseorang yang dipandang, yang dikenal, yang terekspose, atau apalah. Nyatanya semua ambisi itu hanya semu. Aku merasa selalu lemah ketika aku secara tiba-tiba disadarkan kalau aku bukan siapa-siapa, aku tak punya siapa-siapa, aku benar-benar merasa hidupku hanya sendiri. Menjadi apapun aku nantinya, aku rasa takkan ada yang amat sangat bangga dengan apa yang telah aku perjuangkan selama ini. Takkan ada yang senyum bahagia hingga meneteskan air mata atas pencapaianku nantinya. Selalu, itu yang selalu membuatku kehilangan semangat dan sampai akhirnya aku sudah tidak punya ambisi apapun lagi saat ini.

Sekarang ini aku akan ikut menjalani hidup seperti apa yang diinginkan semesta, aku akan selalu menerima dengan ikhlas untuk jalan cerita yang diberikan kepadaku. Aku ikut, kemana jalan cerita hidupku yang sudah diselesaikan bahkan sebelum aku lahir kedunia ini. Aku menerima segala peran-peran yang dibuat untuk aku mainkan. Tak punya lagi rencana-rencana luar biasa seperti dulu, tak ada lagi keinginan-keinginan hebat seperti dulu. Aku akan tetap menjalainya dengan ikhlas.

 

***

 

Kadang aku sampai merasa kalau rasanya aku lebih baik hidup didunia mimpi. Karena aku bisa membuat cerita dan menjalaninya seperti yang aku mau. Menjadi apapun aku di dunia mimpi pasti akan berhasil. Mau jadi pemain film, pengusaha, punya mobil mewah, rumah mewah, keliling dunia, apapun. Mungkin itu juga sebabnya aku selalu lebih banyak tidur. Setelah bangun, jika tak ada kegiatan aku lebih memilih menghabiskan waktu dengan tidur.

Bahkan sekarangpun aku merasa lebih senang hidup dimalam hari daripada siang hari. Rasanya sudah tak ingin lagi merasakan hiruk-pikuknya kehidupan disiang hari. Orang yang serba terburu-buru, serba sibuk. Entah apa yang ingin dikejar, tapi pastinya perihal duniawi. Emang begitu kenyataannya kan? Lebih banyak orang yang sibuk mengejar duniawi dari pada ibadah pada Tuhannya. Ya aku tahu, aku juga gak begitu rajin ibadah. Tapi bukan itu point yang aku maksud. Aku lebih senang hidup di malam hari, karena aku rasa lebih menenangkan. Menyusuri jalan kota dengan damai, tenang, dibawah langit cerah yang dihiasi bintang-bintang, apalagi kalau bulan sedang cerah.

Aku lebih suka melek di dinihari hingga fajar, hanya untuk melihat terbitnya mahari dengan damai dari JPO di jalanan yang mulai padat, ditemani langit yang mulai membiru dari ujung jalan. Tenang banget sih rasanya, sejuk, damai, apalagi sambil mendengarkan kicauan burung-burung yang mulai bangun.

***

 

Ah yasudah, intinya begitu deh. Aku sekarang ya begini, baik-baik saja dan masih bahagia. Sisanya ya begitu, hehe. Intinya aku selalu menerima.

“Jadi, kamu kapan balik ke London?”

“Minggu depan udah harus disana, ya paling 3 atau 4 hari lagi sih”

“Yah, cepat banget sih, baru juga ketemu”

“Ya, tabung lagi kangennya buat 3 tahun lagi, hehe”

“Ih, reseh”

“Iya…iya, bercanda, kan masih bisa video call an”

“Heheh, iyaaaaaaaaaaaa...”

“Yaudah, balik yuk, udah malem”

“Okay, yuk”

 

***

2 komentar untuk "Hujan di Mimpi"

  1. Cerita yang sungguh menggugah pikiran. Apa ini mewakili penulis nya? Jadi teringat kata kata untuk jangan terlalu ambis. tapi ambisi yg membuat kita punya taste 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha,, syukur lah kalau masuk ke hati, berarti sampai dong ceritanya kepembaca 🤭

      Hapus