Hujan di Mimpi
![]() |
Foto : Made by Canva |
“Pernah gak sih?..”
“Eh sebelum aku
nanya, aku mau cerita sedikit deh, hehe.”
Tau gak sih
kalau duduk sendiri ketika malam hari itu bisa jadi meditasi sederhana untuk
berdialog dengan diri kita. Duduknya sih terserah dimana saja. Ditaman, di teras
rumah, di bangku jalan, di restoran cepat saji yang melayani 24 jam juga asik,
karena kalau duduknya diatas jam 1 atau 2 malam pasti sepi dan itu waktu yang
tepat agar gak terganggu dengan obrolan orang lain yang biasanya nongkrong
disana.
Balik deh ke pertanyaan awal, “kalian pernah gak sih kayak gitu?”
Duduk sendiri dan
berdialog dengan diri sendiri. Ngobrolin apa saja. Cerita tentang apa saja. Kilas
balik dengan diri dibeberapa tahun sebelumnya, atau ngobrolin rencana diri
dimasa yang akan datang. Beberapa tahun kedepan.
***
Sekarang
aku ada di usia seperempat abad lewat setahun. Tahun ini aku akan memasuki usia
ke 26, dan aku merasa aku belum jadi sesuatu yang spesial yang pernah aku
bayangkan. Aku rasa aku belum jadi sesuatu yang membuat orang tuaku bangga. Ya walaupun
aku yakin mereka takkan menuntut hal itu juga mereka takkan merasa bangga yang
lebih besar ketikapun aku mencapai sesuatu itu.
Aku
sendiri bingung dengan banyak hal yang terjadi dalam hidupku sejauh ini. Aku yang
sejak kecil sudah dipaksa ataumungkin dibiarkan untuk memikul beban hidup oleh
semesta. Aku tidak ingin menyalahkan siapapun, termasuk Tuhan. Tapi aku juga
masih punya kesempatan untuk mengutarakan ini bukan?
Ibuku
pergi ke negeri orang. Dia pergi untuk bekerja, dulu dia pernah janji untuk
pulang. Sayangnya saat itu aku tak menanyakan kapan akan pulang. Yang terjadi
adalah, sampai saat ini dia tak kunjung kembali ke negaranya.
Jangan
tanyakan padaku tentang perasaan rinduku pada dia. Tentu sudah amat sering aku
merasakan rindu yang tak bertuan. Katanya obat rindu adalah temu. Bahkan aku
tak kunjung menemukan obat itu tapi rindu yang kurasa mulai pudar. Sampai saat
ini aku mulai enggan terlalu hangat untuk menerima rasa rindu yang datang
padaku. Rindu yang dulu hangat kurasa, begitu romantis kubayangkan, kini mulai
hambar. Bukan karena aku tak sayang padanya, atau tak ingin bertemu lagi
dengannya. Aku sudah belajar untuk menerima segala hal yang disiapkan semesta
untuk kehidupan. Toh pada kenyataannya, hidup ini tetap berjalan tanpa kita
mempersiapkan rencana-rencana yang sempurna. Hidup ini akan tetap berjalan kan?
Itu karena semesta sudah punya rencana yang paling baik untukku, untuk kamu,
untuk kita semua yang ada di Bumi. Dan aku, sekarang aku sudah akan menerima
segala hal yang akan terjadi dalam hdipku kedepannya, perihal ibuku yang entah
kapan kami akan bertemu lagi, pun kuserahkan pada semesta. Aku masih akan
menunggu waktu untuk itu, tapi takkan lagi berharap lebih. Sekedar tahu
kabarnya baik-baik saja di negeri orang sana aku rasa aku sudah cukup lega. Ketika
tiba-tiba aku dapati panggilan video darinya pada whatsapp ku, itu juga sudah
membuatku sangat senang dari sini.
Belum
lagi cerita-cerita yang lain, tentang perjalanan hidupku sendiri juga belum,
tentang kakak dan adikku juga belum, tentang ayahku juga belumkan?
***
26
tahun aku jalani hidup dengan sendiri. Ya, aku rasa memang sendiri. Ah,
sudahlah. Aku tak bermaksud curhat disini, ya anggap saja itu hanya pengantar
untuk cerita malam ini sebelum kita berpisah, hehe.
Ya
setidaknya kita bertemu malam ini ada manfaatnya, gak sekedar kangen-kangenan
doang. Iya kalau kangen sudah pasti dong, apalagi kita lama banget gak ketemu. Tapi
saat ketemu harus ada yang dibahas dong, belajar ngobrol dengan diri sendiri.
Makanya aku ajak dengan sedikit-sedikit dialog yang bisa bikin kamu ngajak
ngobrol diri kamu.
Ya,
maksud aku tuh begitu. Sekarang ini aku sudah bisa lebih menerima segala hal
yang terjadi dalam hidupku, sudah gak banyak keinginan, sudah gak banyak
hal-hal yang terlalu berlebihan untuk dicapai. Hanya sekedar ingin hidup tenang
dan bahagia, itu saja sudah cukup. Menikmati yang ada saat ini, karena kadang
aku berpikir terlalu banyak harapan dan keinginan pun malah yang sebenarnya
membuat diri sendiri sulit dan merasa terbebani untuk menjalani hidup dengan
bahagia dan tenang. Pernah gak sih ngerasa begitu?
Sebenarnya pun aku gak tahu pasti itu baik
atau tidak untuk kehidupanku kedepannya. Tapi aku ngerasa yakin kalau cara
berpikirku yang sekarang membuat aku lebih tenang saat ini, aku rasa jauh lebih
baik dari pada aku yang dulu. Seorang anak yang biasa saja tanpa privilege apapun
menjalani hidup dengan ambisi yang besar.
Dulu
aku merasa selalu yakin, aku yang dengan tanpa apa-apa bisa jadi seseorang yang
dipandang, yang dikenal, yang terekspose, atau apalah. Nyatanya semua ambisi
itu hanya semu. Aku merasa selalu lemah ketika aku secara tiba-tiba disadarkan
kalau aku bukan siapa-siapa, aku tak punya siapa-siapa, aku benar-benar merasa
hidupku hanya sendiri. Menjadi apapun aku nantinya, aku rasa takkan ada yang
amat sangat bangga dengan apa yang telah aku perjuangkan selama ini. Takkan ada
yang senyum bahagia hingga meneteskan air mata atas pencapaianku nantinya. Selalu,
itu yang selalu membuatku kehilangan semangat dan sampai akhirnya aku sudah
tidak punya ambisi apapun lagi saat ini.
Sekarang
ini aku akan ikut menjalani hidup seperti apa yang diinginkan semesta, aku akan
selalu menerima dengan ikhlas untuk jalan cerita yang diberikan kepadaku. Aku ikut,
kemana jalan cerita hidupku yang sudah diselesaikan bahkan sebelum aku lahir
kedunia ini. Aku menerima segala peran-peran yang dibuat untuk aku mainkan. Tak
punya lagi rencana-rencana luar biasa seperti dulu, tak ada lagi
keinginan-keinginan hebat seperti dulu. Aku akan tetap menjalainya dengan
ikhlas.
***
Kadang
aku sampai merasa kalau rasanya aku lebih baik hidup didunia mimpi. Karena aku
bisa membuat cerita dan menjalaninya seperti yang aku mau. Menjadi apapun aku
di dunia mimpi pasti akan berhasil. Mau jadi pemain film, pengusaha, punya mobil
mewah, rumah mewah, keliling dunia, apapun. Mungkin itu juga sebabnya aku
selalu lebih banyak tidur. Setelah bangun, jika tak ada kegiatan aku lebih
memilih menghabiskan waktu dengan tidur.
Bahkan
sekarangpun aku merasa lebih senang hidup dimalam hari daripada siang hari. Rasanya
sudah tak ingin lagi merasakan hiruk-pikuknya kehidupan disiang hari. Orang yang
serba terburu-buru, serba sibuk. Entah apa yang ingin dikejar, tapi pastinya
perihal duniawi. Emang begitu kenyataannya kan? Lebih banyak orang yang sibuk
mengejar duniawi dari pada ibadah pada Tuhannya. Ya aku tahu, aku juga gak
begitu rajin ibadah. Tapi bukan itu point yang aku maksud. Aku lebih senang
hidup di malam hari, karena aku rasa lebih menenangkan. Menyusuri jalan kota
dengan damai, tenang, dibawah langit cerah yang dihiasi bintang-bintang,
apalagi kalau bulan sedang cerah.
Aku
lebih suka melek di dinihari hingga fajar, hanya untuk melihat terbitnya mahari
dengan damai dari JPO di jalanan yang mulai padat, ditemani langit yang mulai
membiru dari ujung jalan. Tenang banget sih rasanya, sejuk, damai, apalagi
sambil mendengarkan kicauan burung-burung yang mulai bangun.
***
Ah
yasudah, intinya begitu deh. Aku sekarang ya begini, baik-baik saja dan masih
bahagia. Sisanya ya begitu, hehe. Intinya aku selalu menerima.
“Jadi, kamu kapan balik ke London?”
“Minggu depan udah harus disana, ya
paling 3 atau 4 hari lagi sih”
“Yah, cepat banget sih, baru juga
ketemu”
“Ya, tabung lagi kangennya buat 3
tahun lagi, hehe”
“Ih, reseh”
“Iya…iya, bercanda, kan masih bisa
video call an”
“Heheh, iyaaaaaaaaaaaa...”
“Yaudah, balik yuk, udah malem”
“Okay, yuk”
***
Cerita yang sungguh menggugah pikiran. Apa ini mewakili penulis nya? Jadi teringat kata kata untuk jangan terlalu ambis. tapi ambisi yg membuat kita punya taste 😂
BalasHapusHaha,, syukur lah kalau masuk ke hati, berarti sampai dong ceritanya kepembaca ðŸ¤
Hapus