Dialog Dalam Gelap
![]() |
Foto : Made by Canva |
Akhirnya, setelah hampir sebulan jenuh dengan deadline tugas
yang cukup membuat kepala puyeng, judul skripsiku di acc juga. Emang berat jadi
mahasiswa semester akhir, kataku dalam benak yang selalu ingin mengeluarkan
suara jeritan menyerah. Gimana gak puyeng, untuk mengejar jadwal kali ini saja
aku harus nge-gas tugas-tugasku. Mulai sejak menjelang akhir tahun kemarin
untuk pengajuan seminar dibulan April nanti. Bahkan saat orang-orang bahagia
merayakan pesta kembang api dimalam tahun baru, aku masih sibuk dengan
buku-buku dan laptopku dalam kamar kosan yang sepetak ini. Kebayangkan gimana
bete-nya aku, huh. Semoga usahaku kali ini gak mengecewakan.
Tapi, selain tugas kuliah atau kuliahku yang gak
kelar-kelar. Hal lain yang ikut membuat aku semakin terbebani adalah melihat
teman-teman seangkatanku sudah pada selesai lebih dulu L.
Bahagia sih, melihat mereka sudah menyelesaikan tugas wajib mereka sebagai anak
ke orang tuanya. Tapi di aku, sedihnya lebih banyak. Selain iri, aku juga kesal
karena selalu jadi banding-bandingan oleh orang tuaku jika aku pulang kampung.
Selalu saja muncul pertanyaan “kapan kuliahmu selesai Nduk?” atau “piye Nduk,
kok kuliahmu gak beres-beres, anaknya si anu udah selesai loh!” Hah, rasanya
jadi malas pulang kampung sebelum kuliahku beres kalau tiap pulang selalu
dihantui dengan pertanyaan itu.
Iya sih jadi motivasi. Tapi yang aku tangkap, kesannya
bukan seperti memotivasi anaknya. Tapi malah nyalahin atau lebih terkesan memburu-burui.
Padahal selama ini ku juga selalu berusaha untuk bisa segera menyelesaikan
tuntutan yang satu ini dari orang tuaku. Tapi kenyataannya ‘kan gak semudah
bicara. Kurang semangat apa coba aku selama ini untuk bisa menyelesaikan kuliah
tepat waktu. Yah, sejak akhir semester 8 dan aku gagal lagi. Aku mulai belajar
mengendalikan diri dan pikiranku untuk tetap terjaga sehat dan waras. Daripada
terus-terusan menggerutu dan kesal sendiri dalam batin yang nantinya bisa
membuat aku gila. Aku mencoba melarikan diri, mencari ketenangan untuk berdamai
dan belajar memeluk diriku sendiri ke gunung.
Tapi belakangan ini aku mulai suka sendiri-sendiri kalau
ingin berangkat kemah ke gunung. Dulu awalnya aku sama sekali gak tertarik dan
selalu menolak jika diajak naik gunung. Ya apalagi alasannya kalau bukan untuk
mengejar lulus kuliah tepat waktu. Ah, tapi ternyata gak ngaruh juga. Saat aku
menyaksikan teman satu kelas mata kuliahku yang aktif naik gunung sebelum masuk
kuliah, bisa selesai dan lulus tepat waktu. Gimana gak nyesek coba. Dia yang
selalu naik gunung dan aktif dalam kegiatan Mapala bisa selesai kuliah lebih
dulu daripada aku.
Dan entah apa sebenernya alasanku untuk mulai mencoba
ikut naik gunung. Aku juga gak tahu apa alasan sebenarnya. Tapi waktu itu, saat
aku diajak naik gunung pertama kali oleh Tari, sahabatku dikampus. Aku langsung
meng-iya-kan, tanpa berpikir panjang. Tari juga heran saat itu. Tumben-tumbenan
aku mau diajak naik gunung tanpa keraguan. Mungkin sih, saat itu emang lagi
stress parah kali dan aku butuh suasana baru untuk menikmati ke-stress-an ini.
Itu sebabnya aku langsung meng-iya-kan ajakan Tari waktu itu.
Sebenarnya Tari juga sama denganku, masih belum selesai
dengan urusan perkuliahan. Tapi sejak awal masuk kuliah Tari memang antusias
sekali dengan kegiatan Mapala. Ya begitulah, akhirnya Tari sibuk dengan
kegiatan-kegiatan Mapala dan naik gunung. Tapi bisa-bisanya dia tenang dan
santai saja dengan urusan perkuliahannya. Ah entahlah, belum sanggup aku
mengurusi orang lain. Kuliahku sendiri saja belum ada titik cerah yang bisa
membuat aku sedikit tarik nafas.
***
Dan kurasa kali ini aku kembali butuh ketenangan di alam.
Entah kenapa, tiba-tiba saja saat mendapati judul skripsiku di ACC sore tadi.
Aku langsung kepikiran untuk menghela nafas panjang sejenak dengan suasana
tenang diatas gunung.
Untungnya saat ini pelengkapan kemahku sudah lengkap.
Sengaja aku menyisihkan uang kiriman dari orang tuaku untuk kubelikan
perlengkapan kemah dan naik gunung. Ya walaupun gak semuanya, paling aku hanya
melengkapi perlengkapan pribadi saja, seperti matras, tas gunung, sleeping bag, kompor dan nesting. Aku
sengaja tidak membeli tenda, karena aku pikir akan jarang digunakan nantinya. Ya,
walaupun belakangan ini lebih suka sendiri. Biasanya kalau aku naik gunung
bersama Tari dan kawan-kawan, tenda dan peralatan tim lainnya sudah disiapkan
oleh anak-anak cowok. Aku dan Tari biasanya nebeng ditenda mereka. So, karena
itu. Aku rasa kalau aku beli tenda pribadi tidak akan terlalu sering dipakai
nantinya. Dan kalaupun aku berangkat sendiri seperti kali ini. Aku bisa sewa
ditoko rental outdoornya Edo, salah satu teman yang selalu hadir kalau naik
gunung bareng.
Aku
pikir lebih murah menyewa tenda daripada membelinya. Karena jarang kupakai dan aku
juga tak terlalu sering kemah sendiri. Hanya sesekali jika dalam mode low soul seperti ini. Saat kepala sudah
stress dipenuhi beban-beban yang gak karuan. Saat itulah aku perlu melarikan
diri dalam ketenangan yang hakiki, asek.
***
“Halo, Do. Lu
dimana? Ditoko gak?” Setelah selesai packing perlengkapan yang akan ku
bawa. Aku menelpon Edo, memastikan dia ada ditoko sebelum aku kesana. Karena
kalau aku tidak ditelpon lebih dulu, pas sampai sana tau-tau dia ga ada ditoko.
Kan kecewa. Karena toko Edo berlawanan arah jika ingin menuju kegunung. Ya
walaupun masih satu kota, tapi dari kost aku ke toko Edo bisa setengah jam
perjalanan. Itu sebabnya aku harus memastikan dia ada disana sebelum aku
ketoko.
“Iya ada, lu dimana
Res?”
“Gue masih di kost, bentar lagi gue
kesono, lu jangan kemana-mana ya.” harus digituin, siapa
tahu dia ada rencana mau nongkrong. Kan sia-sia juga aku kesana kalau sampai
sana dianya gak ada.
“Oh oke, gue
tungguin, disini juga ada anak-anak.”
“Oke, sip.” Setelah final check dan memastikan semua
keperluan yang harus ada dalam perjalananku kali ini. Aku langsung berpamitan
pada guling, kasur, dan boneka-boneka yang jadi penghuni kost sementara selama
aku gak ada.
Setelah memastikan pintu kost terkunci dengan aman, aku
langsung menuju parkiran. Menyalakan mesin si Motu alias motor tua untuk
menamakan motor hasil warisan kakekku yang menemani perjuanganku selama menimba
ilmu disini. Sebenarnya ibuku sudah menawarkan motor yang lebih baik untukku,
tapi aku yang tidak mau. Aku rasa lebih keren aja kalau cewek mengendarai motor
klasik. Terlihat aesthetic gitu,
hehe. Motor keluaran Suzuki pada tahun 1986 ini, sudah menjadi motor kesayangan
kakekku di masa mudanya. Sebab, bersama motor ini kakek juga pertama kali
mendapatkan gadis yang menjadi pacarnya saat itu, yang sekarang ini sudah
menjadi nenekku. Wah, romantis sekali kisah mereka. Lain waktu akan aku
tuliskan kisah mereka menjadi sebuah novel.
Malam ini masih pukul 19:30. Aku langsung menuju toko
rental outdoor Edo. Menikmati angin malam Motu. Malam ini juga cerah, banyak
bintang. Ah, pasti akan jadi perjalanan yang menyenangkan kali ini.
Setengah jam menempuh arak dari kost menuju toko Edo.
Akhrinya sampai juga. Kubawa Motu ke halaman tokonya, yang dijadikan parkiran
motor. Banyak juga motor yang terparkir disana. Satu… dua… tiga… ,…, tujuh. Ah, bodo amat. Untuk
apa juga aku hitung berapa banyak yang parkir disini.
Toko rental Edo juga dipakai sebagai tempat ngumpulnya
anak-anak Mapala. Jadi gak heran kalau disini selalu ramai. Kadang mereka juga
menginap kalau sedang suntuk dikost masing-masing. Termasuk aku, kalau lagi
pengen kumpul. Tapi kalau aku sedang fokus mengerjakan skripsi ku, aku pakai
mode alone. Berhari-hari mengurung
diri dikost. Perlu kefokusan yang extra. Sebab, kalau aku ikut nimbrung bareng
mereka, yang ada laptop aku hanya akan terkurung dalam tas. Tak disentuh
sedikitpu. Kasihan dia, tidak dibelai. Haha.
Kali ini anak-anak terlihat lengkap. Hadir semua,
termasuk Tari.
“Halo guys. Apa
kabar kalian?” sapaku diantara mereka yang sibuk dengan kegiatan
masing-masing. Ada yang ngobrol, ada yang main game, Tari yang sedang didepan
laptopnya, Edo yang sibuk menyusun rak-rak ditokonya.
“Hai Resha.” Jawab
mereka bersahut-sahutan.
“Mau kemana Res?” Tanya
bang Andre, yang tadi sedang ngobrol bersama anak-anak yang lain.
Sudah pasti mereka akan menanyakanku hendak kemana.
Walaupun tas gunung aku tinggal diatas motor. Tapi aku sudah menggunakan
pakaian longtrip. Pakai mantel,
kupluk, celana jeans, dan mungkin mereka sempat melihat aku melepaskan sepatu
outdoorku. Karena toko ini menggunakan full kaca untuk bagian depannya.
Sehingga akan terlihat siapa yang datang sebelum masuk.
“Mau nanjak Res?”
sambung Edo, sebelum pertanyaan bang Andre tadi aku jawab.
“Iya nih Do, bang.
Tarik nafas dulu lah, hehe.” jawabku sambil cengengesan karena hari ini
cukup membuat ku senang. Ya setidaknya sudah maju satu langkah karena judul
skripsi ku di terima.
“Gue mau make tenda
Do, ada? Sama refill gas?”
“Ada, berapa gasnya? Tendanya lu
pilih aja di rak tuh” jawab Edo, sambil memonyongkan mulutnya
menunjuk ke arah rak tenda, karena tangannya masih sibuk menyusun
barang-barang.
“Gasnya 3 Do.”
Sambil aku ke rak tenda. Mengambil tenda favorit yang selalu aku pakai kalau menyewa
disini.
“Tenda yang biasa
mana Do?” tanyaku saat aku tidak menemukan tenda yang biasa kupakai di rak
tenda.
“Oh, yang itu. Ini
nih.” Edo mengambil tenda yang biasa aku pakai dari balik meja sekalian
dengan gas kaleng yang akan ditukar dengan kaleng gas kosongku.
“Yang lain mana
Tar?” tanyaku ke Tari yang sibuk dengan laptopnya.
“Ada tuh
dibelakang. Lagi pada masak.” Jawab Tari yang matanya masih fokus dengan
layar laptop dan jarinya yang tak-tik
di keyboard. “Lu udah makan Res?”
sambung Tari dengan pertanyannya.
“Gue nanti aja.
Makan di jalan. Asik kayaknya makan nasi goreng tempat biasa.” Kataku
sambil membayangkan nanti akan berhenti makan nasi goreng dengan view sawah
dimalam hari yang cerah ditemani bintang-bintang.
“Yaudah, gue duluan
ya guys. Dah.” Aku pun langsung cap-cus.
Melanjutkan perjalanan. Malam ini langsung menuju kaki gunung.
“Iya, hati-hati
Res.” Jawab mereka dengan bersahut-sahutan lagi.
Ayo Motu, kita nikmati perjalanan malam ini. Kataku ke
Motu, ya seolah Motu benar-benar bisa mendengar, haha.
***
Malam ini benar-benar indah. Ternyata semakin malam bulan
semakin menampakkan cahayanya. 4 jam pejalanan yang tidak membosankan. Ya,
walaupun kadang harus beradu kecepatan dengan truk ketika hendak mendahului.
Melawan dingin udara perbukitan yang semakin malam semakin dingin.
Akhirnya sampai juga aku bersama Motu di pos registrasi
gunung. Setelah sebelumnya menyiapkan kebutuhan logistik dipasar sebelum masuk
kejalur menuju pos registrasi. Persediaan makanan selama perjalanan dan
berkemah nantinya. Aku langsung menuju parkiran untuk menitipkan Motu dan
helmku disana. Karena, tentu tidak mungkin kalau aku bawa naik ke atas, haha.
Setelah mengisi formulir yang diisi dengan data diri dan
jadwal naik beserta turunnya. Aku langsung berjalan menuju pos pertama. Aku akan
berkemah disana. Sebenarnya aku lebih senang kemah berhari-hari disana daripada
harus naik keatas. Karena aku rasa lebih tenang suasana di pos 1 dari pada
diatas. Kalau di pos 2 dan 3 sudah tidak mungkin. Karena sebenarnya itu juga
bukan pos yang dimaksud pos. Melainkan itu jalur yang memang cukup lapang untuk
sekedar istirahat jika lelah dari perjalanan. Tapi tidak memungkinkan untuk
dipakai berkemah. Jadi aku lebih memilih untuk berkemah di pos 1 saja. Lagi
pula itu sudah cukup buatku. 2 malam dengan ketenangan yang ada disini. Apa
lagi ini weekday, pasti tidak akan ramai pendaki yang naik.
Setelah selesai mendirikan tenda dan merapikan
perlengkapan tidurku didalamnya. Aku langsung mengumpulkan kayu-kayu kering
untuk aku buat api unggun kecil didepan tendaku. Ah, romantis sekali
suasananya. Duduk dalam keheningan ditengah hutan. Ditemani oleh hangatnya api
unggun dan langit yang cerah. Beruntung banget malam ini bulat ikut hadir
menemaniku. Benar-benar lucky aku hari ini. Semoga saja ini bukan hoki seumur
hidup yang aku pakai. Bisa kacau aku setelah ini, haha.
Malam ini aku gak masak yang berat-berat. Hanya mi instan
dan roti bakar saja cukup. Ditemani coklat panas untuk duduk menghabiskan malam
sembari menanti bulan kembali sembunyi. Baru setelah itu akau akan masuk tenda
dan tidur untuk malam pertama.
***
Kadang dalam suasana seperti ini aku senang sekali
meliarkan lamunanku. Karena hal seperti hanya bisa aku dapatkan kalau aku pergi
kemah sendiri. Sebab kalau ikut bersama rombongan, suasananya pasti di bawa
seru dan meriah. Tentu akan sulit mendapat kan waktu tenang dan menyendiri
begini. Sekalinya tenang, aku nya ngantuk. Akhirnya tidur deh. Itu lah alasanku
untuk memberanikan pergi sendiri. agar aku bisa mendapatkan waktu seperti ini.
Pernah juga waktu itu, mungkin beberapa bulan lalu. Aku
pergi kemah sendiri. Bisa dibilang, mungkin aku kabur saat itu. Benar-benar
kabur dari dilemaku karena orang tuaku terus-terus menanyakan
kuliah-kuliah-kuliah. Ditambah lagi saat itu judul skripsi yang ditolak
berulang kali selama 3 bulan aku ajuin dengan bermacam judul. Benar-benar
frustasi rasanya. Hampir saat itu aku ingin teriak membentak ketika ibuku
bertanya bagaimana kuliahku lewat telpon untuk kesekian kalinya. Aku sadar, itu
bukan diriku. Tapi isi kepalaku sudah
bercampur aduk. Sudah benar-benar ruwet. “Aaaaaaaarghhhhhhh….”
Akhirnya setelah ibu menutup telponnya baru aku lepaskan jeritan itu dengan
ditutup bantal. Agar suaranya tidak melayang kemana-mana. Yang ada nanti aku
dikira gila oleh penghuni kost yang lain.
Akhirnya aku memilih untuk pergi mencari ketengan dan
kesunyian untuk memulihkan kewarasaku yang hampir gila saat itu. Ditempat yang
sama, saat itu aku juga memutuskan untuk pergi kesini. Menghilangkan diri
beberapa hari. Juga tidak mengaktifkan handphone. Agar meditasiku tidak diusik
oleh satu gangguan apapun.
Ya, saat itu aku berharap mendapatkan anugerah. Tiba-tiba
saat aku kembali, semuanya sudah selesai. Haha, tapi tidak terjadi ternyata.
Tapi paling tidak aku pulang dengan hati yang tenang, lega. Paling tidak aku
kembali siap untuk bertempur kembali menyelesaikan skripsiku pelan-pelan.
***
Tapi, untungnya kali ini aku kembali kesini tidak membawa
suasana hati yang frustasi. Kali ini aku kembali, karena ingin merasakan
ketenangan yang benar-benar berasa nikmat. Aku cukup senang, akhirnya salah
satu judul skripsiku bisa diterima. Mungkin itu hal biasa dan sederhana, tapi
untukku itu sudah luarbiasa, dibanding bersemester-semester lalu. Gila aja,
kalau sampai semester ini aku dapat mengejar jadwal sidang. Bisa D.O mungkin
aku.
Tapi sayang, malam ini tidak ada lagi sosok yang
menemaniku berdialog seperti kemarin, terakhir aku kesini sebelum malam ini. Sosok
yang menemani malam dan memecahkan kejenuhan dalam kepalaku. Yang ditemani
syair-syairnya yang puitis, haha. Sosok yang baru saja patah hati saat itu.
Sayangnya aku tak sempat bertukar nomor handphone dengannya
karena keasikan menikmati malam bersama nya. Yang tiba-tiba datang entah
darimana. Katanya waktu itu dia baru saja turun dari puncak dan sengaja
menghampiriku karena dia melihatku sendiri. Katanya, dia sudah memperhatikanku
dari pos registrasi. Sengaja tidak ikut rombongannya balik, karena dia dan romongan
juga tidak langsung pulang malam itu. Mereka sudah sewa penginapan sebelumnya,
karena besoknya mereka ingin keliling kota dulu, sebelum pulang ke Malang. Katanya
waktu itu.
Itu sebabnya dia memilih kembali, dan menghampiriku. Aku tak
tahu pasti apa motifnya menghampiriku waktu itu. Tapi malam itu dia tidak
menandakan akan berbuat jahat padaku. Awalnya aku juga mengantisipasinya. Tapi perlahan
dia menunjukkan kalau memang tidak ingin melakukan hal aneh kepadaku.
Saat itu, dia tiba-tiba datang dengan menyapaku. Meminta izin
apakah aku keberatan atau tidak jika dia ikut menghangatkan badan di api
unggunku. Aku mengizinkan, dan saat itulah aku dan dia mulai membuka obrolan. Hingga
akhirnya aku melepaskan isi yang ada dikepalaku dengan cerita kepadanya. Tentang
hal yang membuat aku kabur kesini saat itu. Dia pun mendengarkan dengan baik. Sesekali
memberi saran kepadaku. Yah, cukup membuatku tenang. Akhirnya aku bisa
menceritakan beban-bebanku. Dan saat itu aku merasa kepalaku lebih ringan
setelah cerita ke dia. Ya aku yakin, kesiapapaun aku cerita pasti akan
meringankan kepalaku. Tapi kebetulan dia yang ada, dan kepada dia aku ingin
cerita. Padahal awalnya kami hanya cerita-cerita biasa, seputar keseharian dan
hobi kami saja.
Lalu diapun akhirnya cerita. Kalau tujuannya naik gunung
saat itu ingin menenangkan diri setelah patah hati beberapa hari sebelumya. Cerita
kami malam itu cukup panjang. Sampai menghabiskan 1 malam dengan berbagi cerita
kepadanya. Bahkan aku tak mengantuk sedikitpun.
Aku hanya ingat namanya, Bima. Aku sebut dia teman berdialog.
Lalu dia pamit saat mentari mulai muncul dan langit mulai membiru. Kami sempat
menikmati sunrise bareng. Aku buatkan
coklat hangat untuk kami nikmati berdua. Sembari menunggu fajar perlahan
muncul. Juga dengan beberapa potong roti bakar yang aku siapkan sebelum
terlambat menyaksikan sunrise yang
cerah saat itu.
***
Dan rasanya tidak mungkin dia muncul kali ini secara
kebetulan lagi. Kadang kalau aku kembali kesini seperti malam itu. Aku selalu
teringat moment malam itu bersamanya. Yang jadi teman ceritaku untuk melepaskan
kerumitan yang aku rasakan.
Hah, aku harap beban ini bisa segera aku lepas. Sekarang aku
sudah mulai dapat titik cerah setelah judulku diteriman. Setelah ini, aku kembali
tempur dengan buku-buku dan kertas-kertas print yang dijilid. Melewati hal
sulit berikutnya. Ajuin, diterima, sidang, wisuda, selesai. Aaahhh, semoga aku
kuat Tuhan, rengekku dalam hati, haha.
Jika ada dia disini. Sudah pasti aku akan dapat semangat
darinya, haha. Tuhan, boleh aku minta dipertemukan dengan dia lagi. Haha, do’a
yang aneh dariku malam itu. Ya, mungkin itu bagian dari agenda untuk menikmati
malam yang indah kali ini.
***
Sepulangnya aku dari beberapa hari berkemah dihutan
kemarin. Baru aku menelpon ibuku, setelah aku sampai kost. Memberitahunya tentang
kabar terbaru dari perkuliahanku yang sudah mendapatkan perkembangan. Syukurlah,
kataku dalam hati. Akhirnya ibu sudah mulai lega mendengar kabar anaknya sudah
mulai menyusun skripsi. Aku harap setelah ini ibu sudah tidak terlalu sering
menelpon untuk menanyakan kuliahku. Aku juga ingin jika dapat telpon dari ibu,
yang ditanyakan itu kabarku, keadaanku disini yang jauh darinya. Gak hanya
bertanya soal kuliahku saja. Ya, semoga saja.
Posting Komentar untuk "Dialog Dalam Gelap"